12 Sep 2016, 00:00
Bukittinggi. Siapa yang tidak kenal dengan kata itu. Nama dari sebuah kota di Indonesia itu selalu menjadi incaran dan idaman bagi para pelancong wisata, tidak hanya wisatawan lokal namun juga dari berbagai mancanegara di dunia ini.
Bukittinggi bukan saja milik Indonesia tapi malahan milik dunia. Setiap orang pecandu wisata, pasti sangat mendambakan menginjak kakinya di Ranah Rang Kurai itu. Belum lagi dikatakan ke Sumatera Barat, kalau belum mampir di Bukittinggi.
Nah, pertanyaan besar yang harus dijawab oleh semua elemen masyarakat, termasuk para pemangku jabatan struktural dan politis (pihak eksekutif dan legislatif) di kota wisata adalah, sudah siapkah Bukittinggi menuju wisata yang berskala internasional guna memberikan pelayanan terbaik bagi setiap tamunya ?? Apakah pelayanan fasilitas transportasi siap sedia 24 jam ? Pelayanan kehadiran kuliner yang berskala Internasional selain pemberdayaan kuliner lokal yang mengedepankan pengolahan pangan lokal ?
Selain itu juga perlu dipertanyakan, siapkah kita dengan fasilitas pelayanan hiburan, katakanlah tempat hiburan berstandar nasional ? atau fasilitas taman-taman kota yang dilengkapi dengan area hotspot ? atau lokasi pusat kuliner yang terkonsentrasi pada satu tempat dengan lokasi tidak jauh dari pelataran jam gadang melalui pemberdayaan para pedagang kuliner kaki lima pada malam hari ? atau fasilitas pelayanan kesehatan berupa rumah sakit yang berstandar internasional ? atau fasilitas pusat pelayanan ajang international converence city ? serta layanan Informasi Teknologi yang sudah menjurus pada Smart City ?
Belum lagi kesiapan kita dalam bentuk pelayanan karakter sebagai tuan rumah, seperti kesantunan serta keramahtamahan warga kota, lebih khusus lagi bagi para pelaku usaha untuk tidak seenaknya menentukan harga, baik makanan maupun jenis barang lainnya ? Begitu juga bagi para penerima jasa wisata, katakanlah juru parkir, petugas-petugas di berbagai objek wisata dengan tetap mengedepankan sikap kenyamanan, keamanan, ketertiban, sehingga para tamu merasa tersanjung dan dihormati serta merasa nyaman dan betah selama berada di kota ini ?
Dari semua fasilitas pelayanan yang dimunculkan diatas tadi, semuanya akan tetap berbasis adat, budaya dan agama, dengan tetap mengedepankan kearifan lokal, apalagi Sumatera Barat bertekad untuk menjadikan wisata Halal di Ranah Minang ini. Artinya, kekuatiran dampak negatif dari fasilitas tadi sudah diantipasi semenjak awal, yang tentunya nanti pengawasannya dibutuhkan kebersamaan dari berbagai lini dan tokoh masyarakat serta tokoh adat.
Rasanya tanpa fasilitas yang dikemukakan itu, sangat sulit bagi dunia wisata Bukittinggi untuk mengembangkan diri, sebab dari hari ke hari, Bukittinggi cuma begitu-begitu saja. Tidak salah rasanya selama ini berkembang sinyalemen, kalau Bukittinggi hanya dijadikan tempat nginap semata, namun uang mereka belanjakan di daerah lain.
Sangat ironis memang, apalagi dewasa ini kita dengar keluhan dari para pedagang bahwa dunia perdagangan di kota wisata ini begitu sangat lesu dan menurun. Kondisi itu merupakan sebuah dampak dari menurunnya angka kunjungan wisata ke kota ini, sebab kalau boleh kita memakai istilah yang agak ekstrim, tanpa kunjungan wisata dan pelaku bisnis, ekonomi warga kota Bukittinggi tidak akan mampu menggeliat dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi penurunan dari tahun ke tahun.
Nah, sejalan dengan itu, tertompang harapan yang cukup besar dari masyarakat Bukittinggi kepada Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias dan Wakil Walikota Irwandi untuk mewujudkan mimpi besar itu. Melalui gebrakan dan terobosannya selama 7 bulan menjabat pimpinan daerah, kita sangat optimis upaya itu akan mampu mengangkat citra kota wisata untuk menuju wisata yang berskala internasional, dengan dilengkapi agenda kegiatan wisata tahunan serta fasilitas sarana dan prasarana wisata yang memadai.
Komentar
Pemerintah Kota Bukittinggi
Komentar